Di tengah masa kampanye saat ini, banyak mata yang tertuju pada bakal calon Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa serta bakal calon anggota BLM, termasuk pada BLM itu sendiri. Untuk memilih bakal calon anggota BLM, diadakan Pemilihan Raya (Pemira) sedangkan untuk memilih Dewan Pimpinan diadakan musyawarah (sidang). BLM telah mengeluarkan peraturan bahwa dewan pimpinan BLM diperbolehkan berasal dari mahasiswa semester 3 semua jurusan. Lantas, apakah peraturan ini membawa konsekuensi terkait kinerja yang diharapkan oleh seluruh pemangku kepentingan?
Dengan adanya peraturan ini, BLM telah
meruntuhkan adanya “dinding pemisah” antar semester. Setiap mahasiswa diberikan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam mengurus masalah
legislatif tanpa membeda – bedakan tahun angkatannya. BLM menciptakan sebuah
sistem yang lebih holistik dan integratif, memungkinkan mahasiswa untuk
menghubungkan keahlian dan kompetensi yang mereka punya untuk berkontribusi
secara aktif terhadap program yang tengah berjalan. Keberadaan “dinding
pemisah” yang sebelumnya ada kini telah dipatahkan dan digantikan dengan
pendekatan yang menyeluruh dan melibatkan seluruh calon – calon dewan pimpinan
yang potensial.
Pendekatan yang fleksibel ini juga mampu
memunculkan orang – orang dengan bakat yang selama ini terpendam muncul ke
permukaan. Restriksi yang dihilangkan mampu menarik persona dengan kepemimpinan
yang mumpuni untuk mengembangkan sekaligus mengimplementasikan bakat yang ia
miliki. Adanya calon – calon berkualitas ini akan berkolerasi positif dengan
meningkatnya kinerja BLM.
Selanjutnya, BLM juga dinilai telah
menjunjung nilai kesetaraan dan keadilan dengan menciptakan sebuah sistem yang
memberi ruang bagi semua elemen mahasiswa untuk berkembang secara adil. Dalam banyak kasus, mahasiswa sering kali
menghadapi ketimpangan dalam akses terhadap berbagai peluang akademik dan
organisasi, yang dapat memperburuk ketidaksetaraan dalam pengembangan diri
mereka. Namun, dengan adanya peraturan ini, BLM memastikan bahwa setiap
mahasiswa memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam setiap
kegiatan, pengambilan keputusan, dan pengembangan organisasi mahasiswa.
Salah satu aspek penting dari peraturan ini
adalah prinsip transparansi dan inklusivitas yang diperkenalkan. Semua
mahasiswa dihargai dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi pengurus
dalam BLM. Hal ini mendorong terciptanya lingkungan yang lebih inklusif dengan
memberdayakan seluruh mahasiswa berdasarkan bakat dan potensi yang dimiliki.
Selain itu, peraturan ini juga menekankan
pada pemberdayaan mahasiswa untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan yang adil. Keputusan-keputusan yang diambil oleh BLM tidak hanya
mengacu pada kepentingan segelintir orang, tetapi juga berdasarkan pada
prinsip-prinsip keadilan sosial, yang mendengarkan dan mempertimbangkan
kebutuhan serta aspirasi dari seluruh lapisan mahasiswa. Dengan cara ini,
peraturan ini membantu menciptakan kesetaraan dalam kesempatan, sehingga tidak
ada mahasiswa yang merasa terpinggirkan atau tertinggal.
Secara keseluruhan, peraturan BLM ini
menjadi alat yang efektif untuk menghilangkan diskriminasi dan kesenjangan
dalam kehidupan kampus, serta memberikan kesempatan yang sama bagi setiap
mahasiswa untuk berkembang dan berpartisipasi dalam kegiatan yang bermanfaat
bagi pengembangan diri mereka. Nilai-nilai keadilan dan kesetaraan ini akan
membentuk budaya kampus yang lebih inklusif, harmonis, dan berkelanjutan dalam
jangka panjang yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan karya yang
diberikan pada tahun berjalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar