Terbitnya
Surat Keputusan (SKEP) BLM Nomor 020/KEP.01/BLM/2019 mengenai perubahan jumlah
batasan minimal dukungan suara dalam Pemira dan SKEP Nomor 023/KEP.01/BLM/2019 tentang Hasil Sidang Paripurna Istimewa terkait
Sengketa Pemilihan Raya 2019 menimbulkan tanda tanya bagi segelintir pihak.
Akibatnya, sejumlah isu tuduhan pun diarahkan ke Badan Legislatif Mahasiswa
(BLM) dan Panitia Pengawas Pemilihan
Raya (Panwasra) seperti intervensi BLM terhadap Pemira dan keberpihakan
terhadap pasangan calon (paslon) tertentu.
Untuk mencari jawaban atas hal tersebut, Mantan paslon Tri Hasto Wibowo dan
Luthfi Mirza beserta Muhammad Hadiyan Ridho dan Maria Regina Felisitas Barnot
mengajukan permohonan untuk diadakannya audiensi mengenai kedua SKEP tersebut
dan dikabulkan oleh BLM melalui audiensi pada Kamis, 5 Desember 2019 pukul
19.30 WIB. Audiensi juga dihadiri oleh paslon tunggal dan beberapa mahasiswa
aktif yang juga mempertanyakan perihal SKEP BLM No. 020 dan 023.
Mengapa BLM menerbitkan SKEP No. 020?
Ketua BLM, Darius menjelaskan bahwa
SKEP No. 020 diterbitkan berdasarkan pertimbangan dari surat rekomendasi
Panwasra tentang Rekomendasi Penggunaan Hak Angket Anggota BLM yang mana
sebelumnya hak angket diusulkan atas temuan-temuan panitia Panwasra terkait
dengan ketentuan-ketentuan KEP No. 2 PPR mengenai jumlah batasan minimal
dukungan suara per jurusan, baik untuk Presma, Kahim, dan anggota BLM.
Pihak
BLM menilai bahwa diktum keenam, ketujuh, dan kedelapan KEP PPR Nomor 02 Tahun
2019 bertentangan dengan TAP BLM Nomor 002/TAP.02/BLM/IV/2019 tentang Pemira. Dalam
TAP Pemira tertulis bahwa jumlah dukungan yang wajib diperoleh bakal calon minimal
sebesar 1% dari seluruh mahasiswa aktif sedangkan dalam KEP PPR, setelah
melalui perhitungan, ditemukan bahwa jumlah dukungan minimal lebih dari 1% dari jumlah seluruh mahasiswa
aktif PKN STAN.
Dari
pihak Panwasra mengakui bahwa surat rekomendasi ditujukan kepada BLM karena
terdapat beberapa laporan adanya indikasi blocking atau pemblokiran
suara dukungan dan kekhawatiran lainnya dari pihak Panwasra. Jonah Gabriel,
salah satu anggota Panwasra, mengatakan bahwa terdapat beberapa laporan yang
masuk mengenai pemberian form
dukungan yang diberikan kepada mahasiswa Bea Cukai setelah apel jurusan.
Menurut pendapat pribadi Jonah, hal tersebut dapat menghalangi bakal calon lain
dan meningkatkan kemungkinan adanya calon tunggal seperti pada tahun-tahun
sebelumnya meskipun laporan yang masuk hanya berupa laporan tidak tertulis.
Jawaban
dari pihak Panwasra membuat salah satu audiens, Ghofur, angkat bicara. Ghofur
mengatakan bahwa kekhawatiran yang dirasakan Panwasra saat itu terlalu
menggeneralisasi. Ia menambahkan bahwa mahasiswa PKN STAN khususnya mahasiswa
Bea Cukai masih memiliki rasionalitas sehingga tidak mudah digiring dan
langsung memberikan dukungan suara kepada salah satu paslon, contohnya ada satu kelas yang saat itu tidak memberikan dukungan kepada paslon manapun.
Saat
dikonfirmasi, paslon yang diduga melakukan blocking
menyesalkan keputusan Panwasra yang dinilai terburu-buru mengambil kesimpulan
dan tidak melakukan konfirmasi kepadanya. Padahal kenyataannya, masih ada
paslon lain yang memenuhi ketentuan jumlah dukungan, sehingga tuduhan blocking tersebut tidak terbukti. Hal
ini dijawab pihak Panwasra bahwa mereka merasa blocking ini sudah
menjadi masalah dan mereka perlu melakukan penanggulangan.
Mengenai Hak Angket
Salah satu pertanyaan yang
diajukan audiens adalah mengenai hak angket dan prosedurnya. Aturan mengenai
hak angket tertuang dalam Pasal 45 hingga 53 TAP BLM No. 002/TAP.02/BLM/V/2017.
Dalam jawabannya, BLM mengakui adanya prosedur yang dilewatkan dalam
mengeluarkan hak angket yaitu :
- BLM hanya menggunakan surat rekomendasi dari Panwasra padahal menurut aturan, seharusnya menggunakan surat usulan dari anggota BLM. Menurut Jonah, surat rekomendasi tersebut tidak bisa dijadikan acuan. Panitia hak angket seharusnya mengeluarkan surat usulan yang berisi setidaknya materi dan alasan penyelidikan setelah mendapat rekomendasi.
- KEP Kepanitiaan Hak Angket seharusnya dipublikasikan kepada mahasiwa, namun BLM hanya mempublikasikan tentang hak angketnya saja.
- Setelah penetapan panitia, langkah selanjutnya menurut TAP BLM adalah penyelidikan dan pengumpulan informasi. Hasil dari penyelidikan serta pengumpulan informasi tersebut akan dibentuk menjadi sebuah laporan yang akan disampaikan kepada ketua dan diteruskan kepada anggota. Namun menurut Jonah, laporan tersebut tidak dibuat.
Pertanyaan
lainnya yaitu urgensi dari BLM yang dinilai terburu-buru menggunakan hak
angketnya. BLM mengungkapkan bahwa keputusan tersebut memang harus segera
diputuskan agar tidak merusak timeline
Pemira. Namun, pihak audiens kembali mempertanyakan apakah produk hukum yang
dikeluarkan dengan melewati berbagai prosedur masih berlaku dan tidak cacat
hukum.
Darius
mengakui, memang dalam prosesnya terdapat kesalahan prosedur dalam penggunaan
hak angket. Namun hal tersebut murni kelalaian dari anggota BLM dalam
menanggapi kasus perdana ini tanpa adanya maksud tertentu seperti isu yang
dituduhkan kepada BLM.
Selain
itu, berbagai bukti diadakannya hak angket ini seperti surat rekomendasi
Panwasra dan KEP Kepanitiaan yang sudah ditanda-tangani tidak dapat dihadirkan
saat itu oleh pihak BLM karena banyaknya berkas di ruangan BLM, baik milik BLM
maupun milik PPR. Kedua hal ini memberi pertanyaan besar mengenai sistem
pengadministrasian yang dilakukan oleh pihak BLM dan pertanggungjawabannya.
Saat
dikonfirmasi dalam kesempatan terpisah, Darius menambahkan bahwa dari awal KEP
PPR tersebut seharusnya sudah batal demi hukum karena tidak sesuai dengan
peraturan yang lebih tinggi (TAP BLM).
Walaupun telah dilakukan sosialisasi dan RDP namun pada kenyataannya
dalam hasil RDP tidak tertuang dengan jelas mengenai aturan tersebut. Jadi ada
atau tidaknya SKEP No. 020 tidak akan membawa pengaruh terhadap hasil yang
telah ada yaitu ketentuan mengenai jumlah minimal dukungan tetap mengacu pada
TAP BLM. Untuk memutuskan status berlakunya SKEP No. 020, BLM akan mengadakan rapat
internal karena mekanisme cacat produk hukum ini belum pernah diatur dalam
ketentuan manapun dan tidak ada lembaga yudikatif dalam sistem KM PKN STAN.
Darius juga menginginkan agar dalam audiensi selanjutnya yang telah dijanjikan
kepada mahasiswa, BLM dapat menghadirkan bukan sekedar audiensi, namun juga
keputusan terbaru mengenai masalah tersebut.
Sidang Paripurna Istimewa dan SKEP No. 023
Pertanyaan
besar terkait SKEP No. 023 ialah apa alasan BLM memutuskan masalah yang
bersifat yudikatif dan bukan merupakan fungsi dari BLM. Menjawab hal tersebut,
BLM mengungkapkan bahwa mereka memiliki fungsi lain-lain yang tertuang dalam TAP BLM No. 002/TAP.02/BLM/V/2017.
Tanda tanya lainnya yaitu adanya sifat
retroaktif serta kalimat ‘harus’ pada keputusan yang dikeluarkan BLM, yang
dianggap audiens terlalu mengintervensi pihak PPR, di mana seharusnya BLM hanya
bersifat sebagai mediator dan PPR bebas mengeluarkan keputusan yang dirasa
paling tepat baik untuk PPR maupun pihak Pemohon. Saat dikonfirmasi kembali,
Darius mengatakan bahwa penerbitan SKEP No. 023 adalah permintaan dari PPR yang
merasa bahwa BLM perlu memberikan legal standing untuk PPR membuat
keputusan. Oleh karena itu, ada atau tidaknya SKEP No. 023 tidak mempengaruhi
keputusan PPR terkait sengketa Pemira.
Terkait
tuduhan yang disampaikan Yogi, salah satu audiens, bahwa keputusan BLM saat itu
dianggap terlalu memihak salah satu paslon, BLM menyatakan bahwa mereka lebih
menekankan pada pencarian solusi terbaik untuk kedua belah pihak dibanding
memutuskan untuk menolak atau menerima peninjauan kembali. BLM juga menekankan
bahwa segala hasil dalam sidang merupakan kesepakatan kedua belah pihak
(Pemohon dan PPR) sekaligus menegaskan posisi BLM hanya sebagai mediator.
Hasil
dari Audiensi
Audiensi yang berakhir karena
terbentur oleh aturan jam malam kampus, belum memuaskan segelintir pihak.
Darius selaku Ketua BLM berjanji akan mengadakan audiensi tahap kedua dan
berharap agar segala kesalahpahaman, miskonsepsi, dan ketidaksamaan informasi
antara BLM dan mahasiswa dapat diselesaikan dengan baik. “Tidak semua yang kami
lakukan itu pasti benar di mata orang lain. Bisa jadi memang ada
masukan-masukan mereka yang seharusnya itu yang kami lakukan. Jadi, kami
menyambut baik masukan dari seluruh mahasiswa aktif, seluruh anggota KM, kami
pertimbangkan baik buruknya demi kemaslahatan KM.” tutup Darius.
Kontributor : Khusna Fahrani, Nina Santun, Fauzan Hayyu,
Deni A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar