Setelah lebih
dari setahun melanda sejumlah negara di dunia, pandemi Covid-19 masih belum
menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Bahkan, pandemi masih terus berlanjut dan
jumlah kasus positif kian bertambah. Walaupun begitu, mau tidak mau kehidupan
terus berjalan sehingga kita harus tetap menjalankan aktivitas secara normal
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut kita untuk melakukan
berbagai penyesuaian atau adaptasi baru dalam seluruh aspek kehidupan di masa pandemi
ini.
Perbedaan yang
nyata mulai terasa ketika pemerintah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk
menjaga jarak secara fisik (physical distancing). Kebijakan tersebut memaksa
seluruh aktivitas yang bersifat massal dan tatap muka ditiadakan dan diganti
dengan pertemuan secara daring. Beberapa hal yang dulunya kita anggap tidak biasa
kini harus kita jalani dalam kehidupan sehari-hari. Pandemi Covid-19 telah
mengubah banyak hal dalam sendi-sendi kehidupan manusia.
Perubahan Fisik
Seperti yang
kita tahu, keadaan pandemi telah memaksa kita lebih banyak beraktivitas di
dalam rumah, mulai dari belajar, bekerja, hingga beribadah. Ketika berada di
rumah, kita justru cenderung lebih banyak rebahan atau makan seenaknya. Hal
ini tentu saja akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan dan dapat berpotensi
menyebabkan ketidakaktifan pada fisik kita. Ketidakaktifan pada fisik ini dalam
jangka panjang dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas serta meningkatkan
risiko seseorang untuk terserang penyakit kardiovaskular. Hal tersebut saling
berkaitan karena orang yang tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi jantung
lebih tinggi sehingga otot jantung bekerja lebih keras pada saat kontraksi
(Soeharto, 2004).
Untuk mengatasi
hal tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan masyarakat untuk
melakukan aktivitas fisik atau berolahraga di rumah. Dengan segala keterbatasan
yang ada, nyatanya kita masih bisa melakukan olahraga, seperti push-up, squat,
dan lunge di dalam rumah. Bahkan, hanya dengan berdiri dan berjalan di
seputar ruangan saja sudah dapat membantu melemaskan otot dan melancarkan
peredaran darah. Dengan begitu, kita tidak hanya akan terhindar dari risiko
obesitas maupun penyakit kardiovaskular, tetapi juga meningkatkan imunitas yang
sangat diperlukan tubuh saat pandemi Covid-19.
Perubahan
Mental
Selama pandemi, kesehatan
mental menjadi perhatian khusus karena telah mengakibatkan peningkatan
kecemasan dan gejala depresi yang cukup besar pada individu dengan kondisi
kesehatan mental yang kurang stabil sebelumnya. Hal tersebut ditandai dengan
beberapa dari mereka mengalami gangguan stres pascatrauma pada waktunya.
Dilansir dari artikel yang berjudul “Mental
Health Considerations During COVID-19 Outbreak”, yang diterbitkan oleh World Health Organization tahun 2020, para profesional di bidang kesehatan dan perawatan sosial akan
menghadapi risiko gejala psikologis tertentu, terutama bagi mereka yang bekerja
di layanan kesehatan masyarakat, perawatan primer, layanan darurat dan bagian
gawat darurat, serta perawatan intensif atau kritis.
WHO secara resmi telah mengakui
risiko ini kepada petugas layanan kesehatan sehingga diperlukan lebih banyak
cara untuk mengelola kecemasan dan stres pada kelompok profesi ini. Dalam jangka
panjang, cara pengelolaan kecemasan dan stress tersebut diharapkan dapat membantu
mereka terhindar dari risiko kelelahan, depresi, dan gangguan stres
pascatrauma.
Perubahan Perilaku
Selain
berdampak pada kedua hal di atas, pandemi Covid-19 juga berdampak pada
perubahan perilaku manusia. Sebelum adanya pandemi ini, masyarakat pada beberapa
negara di dunia kurang sadar akan pentingnya kesehatan dan kebersihan, baik
kebersihan badan maupun lingkungan mereka.
Pandemi
telah mengubah gaya hidup masyarakat sehingga mereka lebih sering mencuci
tangan, mengenakan masker, dan hanya keluar dari rumah apabila ada kepentingan
yang mendesak. Kebiasaan tersebut merupakan anjuran dari WHO (World Health
Organization) untuk menekan angka penyebaran virus dan diharapkan dapat
menjadi kebiasaan baru di era new normal ini.
Pandemi merupakan sejarah yang
dapat berulang dan efeknya tidak dapat diremehkan karena dapat mempengaruhi seluruh
populasi manusia di dunia. Perilaku dan psikologi manusia, baik di tingkat
individu maupun komunitas, memainkan peran integral dalam membatasi penyebaran
penyakit. Pemahaman yang kuat mengenai psikologi perilaku manusia selama pandemi
dapat sangat berharga untuk menerapkan rekomendasi, yang akan memfasilitasi
kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Hal tersebut tentunya akan sangat
membantu dalam membatasi dampak-dampak pandemi terhadap populasi manusia di dunia.
Pandemi sudah pasti memberikan
dampak di berbagai sektor kehidupan manusia. Pandemi juga memberikan pelajaran
yang berharga bagi umat manusia untuk menjadi lebih baik. Dampak pandemi yang
kita rasakan harus kita waspadai dan olah sendiri agar dapat memunculkan versi
terbaik dari diri kita. Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa pandemi
telah menempatkan kita pada titik terendah dalam hidup, dengan berbagai masalah
yang kita hadapi. Hal itu merupakan sesuatu yang wajar karena ada baiknya kita
mulai membuka diri dan belajar dari berbagai sudut pandang lain supaya kita
lekas bangkit dari keterpurukan akibat pandemi.
Jadi, apakah kita dapat menjadi
orang yang berbeda setelah pandemi? Maybe,
but it is better to be good.
Referensi
PeƧanha, Thiago. et all. (2020). Social
isolation during the COVID-19 pandemic can increase physical inactivity and the
global burden of cardiovascular disease. The American Journal of
Physiology-Heart and Circulatory Physiology. https://journals.physiology.org/doi/full/10.1152/ajpheart.00268.2020
Soeharto I. (2004). Pencegahan dan
Penyembuhan Penyakit jantung Koroner. Jakarta: Gramedia
Cullen, Gulati, dan Kelly. (2020). Mental
health in the COVID-19 pandemic. An International Journal of Medicine, Vol.
113, No. 5.
World Health Organization. (2020). Mental
Health Considerations During COVID-19 Outbreak. Geneva, World Health Organization.
Philip dan Cherian. (2020). The
Psychology of Human Behavior During a Pandemic. Indian Journal of
Psychological Medicine, Vol. 42, Hal. 319–410.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar